profile-image
0
Cerita
0
Joy
 

Fan board

erahma
Hai kak salam kenal 😊👋🏻 Maaf promosi difanboardnya ya kak, kalau berkenan dan ada waktunya bisa mampir ke storyku yuk siapa tau suka hehe 1. His Female Lead 2. Her Badboy Husband Terimakasih banyak 😊
1
Enik Wahyuni
Uangku Hanya Satu Juta, Mas! Part 1 *** "Barusan Ibu telpon, kita disuruh mampir dulu ke rumah Ibu sebelum kamu pulang ke orang tuamu, Meira."  "Apa maksudmu, Mas?" Kutatap lekat mata suamiku yang kian mendekat. Menajamkan pendengaran untuk memastikan sekali lagi. "Ibu kangen sama Aretha, katanya. Nggak papa ya, kita mampir sebentar. Kurasa dua hari cukup lah di sana, habis itu kuantar kalian ke rumah Ibumu. Bagaimana? Kamu setuju, kan?" "Tapi dua bulan yang lalu kita sudah pulang ke rumah Ibumu, Mas! Kamu udah janji, akan mengantarkan aku dan Aretha ke rumah Ibuku! Kenapa tujuannya jadi berbelok?" Aku terpekik, memandang Mas Bara dengan suara bergetar. "Kan aku bilang, kita hanya dua hari di rumah Ibu. Setelah itu, kita langsung jalan ke rumah orang tuamu. Hanya untuk memberi ketenangan pada Ibu, Meira. Beliau kangen dengan Aretha, aku mohon kamu mengerti, ya?"  Aku mencelos. Entah berapa kali aku harus berusaha mengerti, tentang semua keinginan Mas Bara dan keluarganya. Sudah sering, kami pulang ke rumah ibu mertua. Namun aku sendiri harus menahan rindu dengan kedua orang tuaku selama tiga tahun. Ya, selama tiga tahun. Setelah menikah dengan lelaki yang sekarang berada di depanku, aku tak merasakan hangat dekap kasih sayang orang tuaku sendiri. Hingga Aretha– anak semata wayangku– kini berumur dua tahun, belum sekalipun bertemu dengan kakek dan neneknya.  Miris, bukan?  "Pengertian seperti apa yang kamu inginkan?" Aku menunduk menahan hati yang sesak. Meremas dompet yang sejak tadi di tangan. "Uangku hanya satu juta, Mas! Rasanya tidak akan cukup, jika harus mampir dulu ke rumah Ibu. Aku tidak mau nanti habis, lalu gagal menemui kedua orang tuaku!" Sengaja kutekankan sedikit kata terakhir, agar Mas Bara berpikir.  Inilah alasan, mengapa aku selalu gagal untuk pulang ke kampung orang tuaku. Dua tahun mengalami pandemi, satu tahun setelahnya selalu tarik ulur tentang keuangan kami.  Uang dan tabungan Mas Bara seolah lenyap begitu saja jika sudah berada di tengah tengah keluarganya. Lalu, aku bisa apa? Jika Mas Bara sendiri memang menjadi tulang punggung dalam keluarga besar di sana.  Aku yang hanya seorang ibu rumah tangga, sengaja menyisihkan sedikit demi sedikit agar bisa pulang ke kampung orang tuaku. Dan sekarang sudah terkumpul satu juta nilainya, sudah cukuplah bagiku untuk menemui mereka yang tengah kurindukan di sana. "Bagaimana, Mas, apa kamu bisa menjamin akan kepulanganku?" tekanku sekali lagi. "Jangan khawatir, aku akan meminjam uang kantor untuk ongkos pulang. Minggu depan kita pulang, dan uangmu akan utuh sampai di kampung orang tuamu."  Aku menghela napas.  Di satu sisi, senang luar biasa karena Mas Bara sendiri sudah menjamin akan kepulanganku. Namun di sisi lain, rasa hati sedikit berat. Istri mana yang tega jika suami sendiri sampai berhutang demi menyenangkan orang-orang di sekelilingnya? "Mas yakin?" tanyaku. "Nggak jadi?" ledeknya. Aku tersenyum. Jika berbicara soal orang tua masing-masing, selalu ada kemarahan dalam hati karena tidak rela.  Mas Bara bisa dengan mudah menghabiskan waktu dengan Ibunya. Sedangkan aku sendiri harus menahan kerinduan bertahun-tahun dengan kedua orang tuaku. Tetapi, mendengar seruannya tadi hatiku menjadi sedikit tenang. Sejauh ini karena memang keadaan yang memaksa untuk aku belum bisa memenuhi keinginan, bukan karena keengganan Mas Bara. "Tidurlah, sudah malam. Besok aku akan mengajukan pinjaman, biar minggu depan langsung cair. Setelah itu, kita pulang." Tak menjawab lagi, aku merebahkan diri di dekat Aretha. Sejenak, kutatap wajah lelaki yang menikahiku tiga tahun yang lalu. Terlihat kusut, walau senyum sedikit tersungging dari bibir manisnya.  Ada rasa berdosa karena telah mendesaknya, namun tiga tahun berlalu tanpa sedikitpun bersanding di antara Bapak dan Ibu itu terasa menyesakkan. Semoga rindu ini tersalurkan dan segera menemui mereka yang kusayangi di sana. "Bapakmu kemarin habis sakit, Nduk. Pengen ketemu cucu satu-satunya yang belum pernah dilihatnya. Pulanglah, Nduk, sebentar saja. Kami ini sudah tua, tak sanggup rasanya jika harus jalan jauh ke Jakarta sana." Kembali terngiang ucapan Ibu di telepon kemarin, semakin membuat mataku memanas.  Hati mana yang tidak tersayat mendengarnya? Namun aku sendiri masih menempatkan suami pada posisi tertinggi karena memang keadaan yang membuatku sulit pulang. Maafkan aku, Pak, Bu, maafkan Meira yang belum bisa menjengukmu di sana. *** Seminggu pun berlalu, akhirnya waktu yang kunanti pun tiba. Mobil yang dikendarai oleh Mas Bara berjalan perlahan meninggalkan tempat tinggal kami. Bersiap ke rumah mertua yang jaraknya juga lumayan. Aku menghela napas. Mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi di rumah ibu mertua nanti. Apapun keadaannya, aku tak mau lagi lagi gagal untuk tetap pulang ke rumah Ibu. Semoga Mas Bara tidak mengingkari janjinya. “Mama, kita mau ke lumah Nenek, ya? Asyiikk … Leta senang!” Aretha dengan suara gemasnya berceloteh.  Aku tersenyum menanggapi ucapan cadelnya. “Iya, Sayang. Nanti Aretha akan bertemu juga dengan nenek jauh, yang di sana. Retha kan punya dua nenek, yang belum Retha temui sama sekali.”  Mata bulatnya mengerjap, lucu sekali. Tak lama, wajah senang pun terpancar seiring dengan teriakan khasnya. “Yeeyy … Letha senang, Mama! Letha senang!” girangnya dengan badan mungil yang terus bergerak. Aku memeluk tubuh mungil yang berada di pangkuanku. Bagaimana bisa Retha yang sudah berumur dua tahun, tapi neneknya, yang notabene cucu satu satunya, belum melihat tingkah lucunya seperti ini.  Mas Bara yang sedang menyetir, meremas tanganku pelan. “Jangan sedih!” ucapnya tanpa menoleh ke arahku. Ah, semoga saja kau tahu apa yang menyebabkan aku sesak seperti ini, Mas. Semoga saja tidak ada kendala apapun, dari keluargamu nanti. - Matahari sudah mulai bersembunyi dalam peraduan, berganti dengan senja yang mulai terlihat memancar dari jauh sana. Aku menggerakkan badan karena terasa pegal, seiring dengan mobil yang terparkir tepat di halaman rumah ibu mertua.  Ya, kami sudah sampai di tempat tujuan, dan aku segera mengangkat Aretha yang tertidur di pangkuan. “Bara … akhirnya, kamu sampai juga.” Ibu langsung mendatangi anak lelakinya dengan wajah yang begitu sumringah. “Bu, apa kabar?” Aku menyalami mertua sambil menggendong Aretha. “Baik, tapi jadi kurang baik kalau melihat kalian kecapean kayak gini. Istirahatlah! Lihatlah Aretha, sepertinya kelelahan. Kayak gini kamu mau maksain buat jalan jauh ke rumah orang tuamu. Pikir sekali lagi, Meira! Pikirkan keadaan Aretha, juga Bara. Janganlah terlalu egois.” Ibu langsung mengambil alih Aretha dalam gendonganku, lalu membawanya masuk. Aku tersenyum getir. Sudah kuduga respon Ibu akan seperti ini. Dan ini bukan yang pertama kalinya. “Sudah, jangan diambil hati. Ayo masuk!” Mas Bara merangkulku, mengajak untuk masuk ke dalam rumah. Dan di dalam rumah, semua keponakannya sudah menunggu, dengan wajah yang begitu senang. Namun cukup membuatku sedikit sesak. “Om Bara pulang! Yeeeyy … pasti bawa jajan banyak!” “Om Bara pasti bawa mainan. Kemarin aku udah pesen, minta dibawain mobil-mobilan yang terkeren model terbaru.” “Om … hapeku rusak. Beliin hape baru dong, Om! Aku jadi nggak bisa sekolah kalau hapenya rusak begini.” Aku menghela napas. Mengamati wajah yang kusut walau memaksakan senyum di sana. Ingin mengetahui, jawaban apa yang diberikan oleh Mas Bara dengan permintaan para keponakannya itu.  ****** Di Joylada udah bab 4. Yuk, langsung ke aplikasi. Free ya kak.
1
Pusparani
Halo, Kak. Mau baca cerita romantis? Mampir baca novelku, yuk. BUKAN AKU TAK SETIA, ISTRI SANG JURAGAN (Gratis) dan beberapa novel lainnya. Siapa tahu suka. Terima kasih.
1
Sigit ramadan
hai kak 👋 aku baru ni di sini... mampir ke cerita aku dong kak 😅 ada cinta di negeri di atas awan ☁️☁️ terimakasih 😁🙏
1
Azzgha Fatih
Hai, Kak. mampir ke ceritaku, yuk. judul : Dinikahi Duda (Perjaka) klik profil aku, ada 4 judul yang mungkin aja Kakak suka. terima kasih 🙏😊
1
Enik Yuliati
Simpanan Kesayangan Part 1. Berita perselingkuhan suami. Pov. Shellyn Pelan-pelan, kurasakan tangannya yang kokoh mulai bergerilya menjamah wajahku. Tatapan matanya yang kian berkabut, seolah sedang menelisik wajahku. Ku pejamkan mataku. Ku pasarahkan hatiku, ku pasrahkan jiwa dan ragaku. Aku pun begitu menikmati semua rasa yang dia berikan. Kunikmati waktu demi waktu yang bergulir dengan demikian cepat. Ku tumpahkan rasa rindu yang demikian membuncah, menyesakkan dada. Hingga terdengar suara serak dari bibirnya, yang berulang kali menyebut namaku, tepat di indra pendengaranku. **** Di sinilah, aku bersamanya. Di sebuah hotel bintang lima, di lantai tiga. Hujan deras di akhir pekan, membuat kami tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sangat mewah ini, untuk saling menikmati, saling melepas kerinduan yang yang hampir tidak dapat terbendung lagi. Di tempat seperti inilah, kami biasa mencuri waktu, di tengah kesibukannya sebagai seorang aktor yang sedang naik daun. "Sayang, maaf, nanti malam aku harus pergi lagi," ucapnya. Aku yang masih berselimut di tempat tidur, hanya bisa memandangnya dengan gamang. Selalu seperti itu. Dia akan pergi meninggalkan aku, setelah semuanya selesai. "Simpanan kesayanganku, kenapa cemberut ?" godanya. "Kamu jangan khawatir, dini hari nanti, aku bakalan pulang ke sini. Aku akan tidur di sini, memelukmu sampai pagi. Kita akan bersenang-senang," janjinya. Dia pun berjalan mendekatiku. Kulihat perutnya yang seperti roti sobek, yang terlilit handuk di bawahnya. Kulihat rambutnya yang basah. Bahkan di dadanya masih menetes air dari rambutnya, yang menambah kadar pesonanya. Jangan bayangkan, saat keringat dari tubuhnya bercucuran, saat bersamaku tadi. Siapa pun akan berteriak girang dan histeris, jika melihatnya. Dia selalu tampak maskulin, selalu tampak seksi di mataku. Bukan hanya di mataku, namun di mata jutaan para penggemarnya, yang tengah menggandrunginya. **** Siapa yang bisa menyangkal pesona seorang Zein Abdul Malik. Bintang muda yang tengah naik daun. Yang sedang menjadi idola bagi para remaja, hingga ibu rumah tangga. Bahkan hanya dengan mendengar namanya, mereka akan berteriak dengan histeris. Wajahnya yang tampan rupawan, seolah terpahat dengan begitu sempurna. Di tambah lagi dengan jam terbang yang sangat tinggi, di layar lebar maupun di layar kaca. Membuat dia begitu digilai oleh kaum hawa. Pesonanya, mampu meluluh lantakkan hati semua wanita. **** Sebuah anugerah yang sangat luar biasa, saat dia ingin menghalalkan aku. Meskipun harus melewati jalan yang demikian berliku, demi untuk sebuah pernikahan resmi, yang dirahasiakan dari publik. Aku yang sedang merintis karir sebagai seorang model, harus merelakan mimpiku, demi menikah dengan pujaan hatiku. Aku yang dulunya selalu berpakaian modis, dengan gaya stylish, sekarang sudah berhijrah, mengikuti adab keluarga suamiku. Kututup seluruh auratku dengan kerudung lebar, yang menjulur hingga menutupi dada. Akulah, istri sah, yang disembunyikan. Namun dia sering menyebutku dengan simpanan kesayangan. Saat dia hanya berdua denganku, dia akan menjadi seorang suami yang sangat penyayang. Suami yang sangat romantis. Kata-katanya sangat manis. Namun saat kami ada di ruang publik, dia akan menjadi pribadi yang berbeda, seolah di antara kami tidak ada ikatan apa-apa. Seolah kami adalah orang lain, yang tidak saling mengenal. Jangan tanyakan, bagaimana perasaanku. Memiliki suami dengan predikat aktor, namun aku tidak bisa memamerkannya. Tidak bisa untuk sekedar menemuinya, saat hatiku tengah dirundung rindu. Bahkan untuk sekedar memasang fotonya di media sosialku, aku harus berfikir ribuan kali. Aku hanya bisa memamerkan punggungnya, untuk sekedar kuunggah di dunia maya. Tidak, dengan wajahnya. Aku hanya bisa memamerkan tangan kami yang saling menggenggam. Aku hanya bisa memamerkan sepatu kami yang saling berjejeran. Aku seperti tidak punya hak, atas suamiku sendiri. Kadang, dalam heningnya malam, aku menangisi pernikahan ini. Pernikahan yang tidak seperti pada umumnya. Pernikahan yang disimpan demikian rapat, demi karir suamiku. **** "Sayang, bangun, dong, mandi. Apa mau aku yang mandiin?" Suamiku berjalan mendekatiku. Tiba-tiba saja, dia sudah menyibak selimut yang menutupi tubuh polosku. Dia mengangkat tubuhku begitu saja, dan memasukkan aku ke kamar mandi. Aku hanya bisa menurut, saat dia mulai membasahi tubuhku dengan air yang mengalir. Aku hanya pasrah, ketika dia mulai menggerakkan tangannya, untuk menggosok setiap inchi tubuhku, dengan sabun. "Pejamkan mata kamu," perintahnya. Dia pun mulai menuangkan shampo ke atas rambutku. Telapak tangannya yang besar, mulai mengacak rambutku. Setelah itu, dia mulai mengguyurkan tubuhku di bawah shower. Perlakuannya sangat manis, bahkan teramat manis. Hanya satu yang tidak bisa dia berikan. Yaitu mengakui di depan publik, bahwa dia sudah menikahi aku. Dan aku pun tidak bisa menuntut untuk hal itu, karena memang sebelumnya hal itu sudah dibicarakan dengan semua anggota keluarga, dan kami semua sudah saling sepakat. Apalagi, Mas Malik masih belum menyelesaikan sebuah kontrak kerja, yang masih kurang satu tahun. Dalam kontrak itu, ada poin yang menyatakan, tidak boleh menikah, sebelum kontrak selesai. Pernikahan yang seharusnya membahagiakan, penuh dengan ucapan selamat pun, harus berjalan dengan sembunyi-sembunyi. Entah bagaimana, orangnya Mas Malik mengurus semuanya. Yang jelas, pernikahan kami tercatat oleh negara, dan kami pun memegang surat nikah. **** "Sayang, habis Maghrib nanti aku ajak kamu naik ke lantai paling atas. Kita melihat lampu-lampu, yang sangat indah. Sebisa mungkin, aku akan meluangkan waktuku untuk menemanimu, jika aku sedang tidak bekerja," kata Mas Malik. Aku pun mengangguk, tersenyum ke arahnya. Dia selalu berhasil mengembalikan mood ku yang sudah berantakan. **** Benar saja, setelah shalat magrib, Mas Malik segera memakai masker dan topi. Dia menggandeng tanganku, memasuki lift, menuju lantai paling atas. Setelah itu kami berjalan menaiki tangga, menuju atap hotel. Tampaklah pemandangan yang sangat menakjubkan. Indahnya metropolitan, terlihat dari gedung pencakar langit. Aku takjub dan berdecak kagum. "Mas, kamu kok tahu tempat ini, dari mana?" Kusandarkan kepalaku, ke dadanya yang keras. "Aku pernah syuting di sini," jawabnya. Dia memeluk tubuhku, sambil mencium pucuk kepalaku. "Lawan mainnya, siapa?" Aku bertanya karena penasaran. "Lupa, sudah dulu sekali. Dulu, sebelum aku kenal kamu. Bahkan waktu itu aku sudah berniat, suatu saat nanti, akan mengajak orang yang paling spesial, untuk ke sini. Dan sekarang, baru bisa terwujud," terangnya. Mendengar kata-katanya, seketika aku merasa bahagia, seolah ada kupu-kupu yang berterbangan di hatiku. Aku memeluknya, lebih erat lagi. Seandainya saja, mereka semua tahu. Bahwa Zein Abdul Malik, sudah menjadi suamiku. "Mas, aku pingin sesuatu, boleh enggak?" tanyaku manja. Aku pun melepas masker itu dari wajahnya. Dia pun mencubit hidungku, dengan sayang. Dalam keadaan remang-remang, aku bisa melihat wajahnya yang sangat tampan. "Apa, katakan saja. Aku sudah mentransfer uang, ke rekeningmu, besok kamu bisa bersenang-senang, bersama para sepupumu," Menyebalkan. Bahkan di saat seperti ini, dia justru membahas soal uang. "Aku ingin, kamu teriak di sini, bahwa kamu sudah menikahi aku," pintaku. "Ok, siapa takut?" "Hai, dunia. Aku, Zein Abdul Malik, sudah menikahi Shellyn. Perempuan yang paling cantik, di dunia. Aku mencintainya, aku tergila-gila kepadanya !" teriaknya sangat kencang, namun sayang, tidak akan mungkin terdengar sampai ke bawah sana. "Sudah, puas kamu, Sayang? Kamu jangan khawatir, suatu saat nanti aku akan mengakuimu sebagai istriku, kepada semuanya." Dia pun menggenggam tanganku, seolah bisa membaca kemelut di hatiku. Kemudian memakai kembali masker untuk menutupi wajahnya. "Turun, yuk ? Sebentar lagi aku harus pergi ke lokasi syuting," Dia menarik tanganku, mengajakku berjalan cepat dengan setengah berlari. "Kamu itu adalah yang paling istimewa, di hatiku. Pernikahan ini bukan mainan, hanya saja belum bisa mengabarkan kepada semua. Nanti, jika waktunya tiba. Pasti aku akan memperkenalkan kamu, sebagai istriku. Bukan lagi sebagai simpanan kesayanganku. Kamu harus lebih bersabar lagi," Dia menciumku dengan sangat lembut, sebelum akhirnya keluar dari kamar hotel meninggalkanku. Aku yang merasa jenuh, kemudian mencoba untuk menyalakan televisi. Semua channel hanya berisi acara yang membosankan. Aku yang sedang sibuk mengganti channel TV, tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah berita. "Seorang aktor kenamaan tanah air, Zein Abdul Malik, diisukan sedang dekat dengan lawan mainnya. Mereka diisukan terlibat cinta lokasi."
1